MAUKAH KITA, MENUNDA DUNIA UNTUK ALLAH?
Ada hadiah
dari Allah buat siapa saja yang mementingkan diri-Nya. Si Amat, membawa surat
interview. Dia ini orang yang terbiasa tepat waktu. Ia gelisah. Sebab di surat
interview itu, ia dipanggil jam 11.00. Jam yang rawan bagi dia. Rawan apaan?
Rawan untuk tidak bisa mempersiapkan diri shalat tepat waktu. Subhaanallaah!
Padahal jam 11 kan masih jauh? Masih 1 jam menuju waktu shalat. Iya. Itu kalo
dia prediksi wawancara bisa berlangsung tepat waktu. Bagaimana kalau
pewawancara telat. Atau ia datang di urutan wawancara nomor ke sekian? Atau
wawancara akan masih berlangsung sedang waktu shalat sudah menjelang. Lihat ya,
baru “sudah menjelang”, bukan sudah datang. Pikiran ini betul-betul mengganggu
si Amat ini. Tapi karena dia butuh pekerjaan, kemudian dia tetap memutuskan
untuk datang. Jam 11 kurang dia sudah sampai. Dia catatkan namanya untuk
interview. Ternyata hanya dia seorang. Aman nih. Tapi apa yang terjadi?
Ternyata si penginterview dipanggil oleh direksi. Sampe jam 11.30-an ga kunjung
ada kejelasan apakah wawancara bias dilaksanakan atau tidak, atau di jam berapa
wawancara bisa dilaksanakan. Di mata si Amat ini, pertanyaan itu jelas ia
jawab, atau bahasa lainnya, jawabannya jelas: Batal. Betul: Batal. Dia memilih
tidak wawancara bila wawancara itu dilakukan di jam 12 lalu mengganggu jadual
shalatnya. Masya Allah. “Mbak, saya izin dulu ya. Nanti saya balik lagi. Saya
titip tas di sini,” katanya kepada resepsionis. “Bawa aja tas nya. Emangnya mau
kemana? Bapak sebentar lagi barangkali datang.” “Mau shalat dulu.” “Oh…
Silahkan… Nanti saya beritahu Bapak.” Alhamdulillah, pikir si Amat. Kirain akan
dimarahin. Ini malah dipersilahkan dan akan dibantu untuk memberitahukan ke
pewawancara. Alhamdulillah. Sesampenya si Amat di ruang mushalla, belum ada
orang. Sebab baru jam 11.50. saat itu, zuhur jam 12.08. Kira-kira jam 12-an
lewat, tapi belum datang saatnya azan, dating seorang bapak. Bersih wajahnya.
Berseri. Bapak ini sudah datang dalam keadaan berwudhu. Ditemani oleh dua orang
lagi di sebelahnya. Juga dalam keadaan sudah berwudhu nampaknya. Sebab si Amat
tidak melihat ada tanda-tanda bekas air wudhu baru. “Mas, bukan pegawai sini ya?”
tanya salah satu dari yang tiga orang tersebut. “Iya Pak” “Eh, kemana yang
azan? Koq belum azan nih?” cetus lagi yang satu, sambil melihat jam. “Saya saja
Pak yang azan,” kata si Amat. Dalam keadaan rapih baju dan celananya, dan dalam
keadaan wangi, si Amat, azan. Ada rasa kebanggaan di hatinya, bahwa dia bisa
mengalahkan interview untuk dapat azan dan shalat zuhur berjamaah. Berdirilah
yang tiga orang tersebut, sambil menunggu azan selesai. Seolah-olah Mereka
mendampingi si Amat ber-azan. Selepas azan, si Amat tidak sempat lagi
bicara-bicara dengan tiga orang tersebut. Sebab mushalla sudah keburu ramai.
Hanya, selepas shalat ba’diyah, pundaknya ditepuk oleh salah satu dari yang
tiga. “Mas yang akan diwawancara oleh saya ya?” Kagetlah si Amat. Rupanya ia bersama-sama
sang pewawancara. Satu shaf. “Yang ngimamin shalat itu, Dirut kita,” katanya
datar. “Kita tunggu beliau selesai shalat sunnah.” Singkat cerita, malah si
Amat itu diajak makan siang bersama. Dua dari yang tiga, adalah direksi. Sedang
yang mewawancara pun nampaknya memiliki jabatan yang cukup tinggi di kantor
tersebut. Sungguh beruntung si Amat. Ia jaga shalatnya, malah Allah dudukkan
dia dalam posisi Yang sangat mulia. Bagaimana lalu dengan wawancaranya? Ya
sudah tidak perlu diwawancara kali. Pertemuan di mushalla, dan azannya si Amat,
sudah menyelesaikan wawancara. Alhamdulillah, subhaanallaah. Temans yang
budiman, kalau kita hidup dalam aturan Allah, maka Allah akan mengaturkan
hal-hal yang terbaik buat kita. Allah Maha Mengendalikan dunia ini, dan DIA
Maha Mengetahui apa yang akan terjadi. Pintu rizki pun di tangan-Nya. Bukan di
tangan siapa-siapa.
Komentar
Posting Komentar